DIKSI (PILIHAN KATA)

Di dalam aktivitas tulis-menulis, diksi (pilihan kata) merupakan unsur yang sangat penting. Sebab, persoalan diksi bukan hanya menyangkut pemilihan kata secara tepat dan sesuai, melainkan juga meliputi persoalan gaya bahasa dan ungkapan. Kenyataan ini, secara faktual, boleh kita buktikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Tidak jarang kita menyaksikan orang yang sangat miskin variasi bahasanya, atau perbendaharaan katanya, sehingga ia kesulitan dalam mengungkapkan maksudnya. Sebaliknya, kita juga sering menyaksikan orang yang kaya perbendaharaan katanya, dan gemar mengobral, namun isinya tidak bernilai apa-apa. Itu sebabnya, agar tidak terjerumus kedalam kedua kenyataan tersebut, kita dituntut memahami peranan diksi dan aktivitas tulis-menulis.

1.      PENGERTIAN DIKSI (PILIHAN KATA)
Menurut Enre (1988: 101) diksi atau pilihan kata adalah penggunaan kata-kata secara tepat untuk mewakili pikiran dan perasaan yang ingin dinyatakan dalam pola suatu kalimat.

Widyamartaya (1990: 45) menjelaskan bahwa diksi atau pilihan kata adalah kemampuan seseorang membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikannya, dan kemampuan tersebut hendaknya disesuaikan dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki sekelompok masyarakat dan pendengar atau pembaca.

Pendapat lain dikemukakan oleh Keraf (1996: 24) yang menurunkan tiga kesimpulan utama mengenai diksi, antara lain sebagai berikut.
a. Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan gagasan, bagaimana membentuk pengelompokkan kata-kata yang tepat.
b. Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan menemukan bentuk yang sesuai atau cocok dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.
c. Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan penguasaan sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa diksi adalah pemilihan dan pemakaian kata oleh pengarang dengan mempertimbangkan aspek makna kata yaitu makna denotatif dan makna konotatif sebab sebuah kata dapat menimbulkan berbagai pengertian.

2.      PENGGUNAAN KATA
Sebagaimana dikemukakan, untuk dapat berbahasa dengan baik, benar, dan cermat, kita harus memperhatikan pemakaian kata dan kaidah bahasa yang berlaku pada bahasa yang kita gunakan. Misalnya, kita menggunakan bahasa Indonesia, maka yang harus kita perhatikan adalah kata dan kaidah bahasa Indonesia.

Dalam penggunaan kata, selain harus memperhatikan faktor kebahasaan, kita pun harus mempertimbangkan berbagai faktor di luar kebahasaan. Faktor tersebut sangat berpengaruh pada penggunaan kata karena kata merupakan tempat menampung ide. Dalam kaitan ini, kita harus memperhatikan ketepatan kata yang mengandung gagasan atau ide yang kita sampaikan, kemudian kesesuaian kata dengan situasi bicara dan kondisi pendengar atau pembaca.

2.1  Ketepatan Pilihan Kata
Bahasa sebagai alat komunikasi berfungsi untuk menyampaikan gagasan atau ide pembicara kepada pendengar atau penulis kepada pembaca. Pendengar atau pembaca akan dapat menerima gagasan atau ide yang disampaikan pembicara atau penulis apabila pilihan kata yang mengandung gagasan dimaksud tepat. Pilihan kata yang tidak tepat dari pembicara atau penulis dapat mengakibatkan gagasan atau ide yang disampaikannya tidak dapat diterima dengan baik oleh pendengar atau pembaca. Oleh karena itu, kita perlu memperhatikan hal–hal berikut: kata bermakna denotatif dan konotatif, kata bersinonim, kata umum dan kata khusus, dan kata yang mengalami perubahan makna.

2.1.1 Kata Bermakna Denotatif dan Bermakna Konotatif
a. Makna denotatif adalah makna yang menunjukkan adanya hubungan konsep dengan kenyataan. Makna ini merupakan makna yang lugas, makna apa adanya. Makna ini bukan makna kiasan atau perumpamaan. Contoh :
1)      Rumah itu luasnya 250 meter persegi.
2)      Ada seribu orang yang menghadiri pertemuan itu.

b. Makna konotatif atau asosiatif muncul akibat asosiasi perasaan atau pengalaman kita terhadap apa yang diucapkan atau apa yang didengar. Makna konotatif dapat muncul di samping makna denotatif suatu kata. Contoh :
1)      Rumah itu luas sekali.
2)      Banyak sekali orang yang menghadiri pertemuan itu.
Dalam bahasa tulisan ragam ilmiah dan formal yang harus kita gunakan adalah kata–kata denotatif agar keobjektifan bisa tercapai dan mudah dipahami tanpa adanya asosiasi. Hal ini perlu diperhatikan karena apabila terdapat kata asosiatif, pemahaman pembaca atau pendengar sangat subjektif dan berlainan.

2.1.2 Kata Bersinonim
Kata bersinonim adalah kata yang memiliki makna yang sama atau hampir sama. Banyak kata bersinonim yang berdenotasi sama, tetapi konotasinya berbeda. Akibatnya, kata–kata yang bersinonim itu dalam pemakaiannya tidak sepenuhnya dapat saling menggantikan. Kata–kata mati, meninggal, wafat, gugur, mangkat, mampus, dan berpulang memiliki makna denotasi yang sama, yaitu nyawa lepas dari raga, tetapi makna konotasinya berbeda. Relakah Saudara kepada orang yang sangat Saudara hormati dan Saudara cintai mengatakan Dia telah mampus kemarin, sebaliknya kepada binatang Saudara mengatakan Kambing itu telah wafat kemarin. Dengan contoh tadi jelaslah bagi kita bahwa kata dapat memiliki kekhususan dalam pemakaiannya walaupun kata yang digunakan memiliki makna denotasi yang sama.

2.1.3 Kata Bermakna Umum dan Bermakna Khusus
a. Kata bermakna umum adalah kata yang mempunyai cakupan ruang lingkup yang luas, kata-kata umum menunjuk kepada banyak hal, kepada himpunan, dan kepada keseluruhan.
Contoh kata bermakna umum: binatang, tumbuh-tumbuhan, penjahat, kendaraan.

b. Kata bermakna khusus adalah kata-kata yang mengacu kepada pengarahan-pengarahan yang khusus dan konkrit. Kata khusus memperlihatkan kepada objek yang khusus.
Contoh kata bermakna khusus: Yamaha, nokia, kerapu, kakak tua, sedan.

2.1.4 Kata yang Mengalami Perubahan Makna
Sejarah perkembangan kehidupan manusia dapat memengaruhi sejarah perkembangan makna kata. Dalam bahasa Indonesia, juga dalam bahasa lain, terdapat kata yang mengalami penyempitan makna, peluasan makna, perubahan makna. Kata sarjana dan pendeta merupakan contoh kata yang mengalami penyempitan makna. Kata sarjana semula digunakan untuk menyebut semua cendekiawan. Kini kata tersebut hanya digunakan untuk cendekiawan yang telah menamatkan pendidikannya di perguruan tinggi. Kata pendeta semula memiliki arti orang yang berilmu, kini hanya digunakan untuk menyebut guru/pemimpin agama Kristen.

Demi ketepatan pilihan kata, kita pun harus berhati–hati menggunakan kata–kata yang berejaan mirip seperti kata bahwa, bawa, dan bawah; gaji dan gajih; sangsi dan sanksi. Kita pun harus berhati–hati menggunakan ungkapan tertentu seperti bercerita tentang, bukan menceritakan tentang; sesuai dengan, bukan sesuai; bergantung pada atau tergantung pada, bukan tergantung atau tergantung dari (bandingkan dengan depend on dan hang on dalam bahasa Inggris).

2.2 Kesesuaian Pilihan Kata           
Kesesuaian pilihan kata berkaitan dengan pertimbangan pengungkapan gagasan atau ide dengan memperhatikan situasi bicara dan kondisi pendengar atau pembaca. Dalam pembicaraan yang bersifat resmi atau formal, kita harus menggunakan kata–kata baku. Sebaliknya, dalam pembicaraan tak resmi atau santai, kita tidak dituntut berbicara atau menulis dengan menggunakan kata–kata baku untuk menjaga keakraban.

Faktor kepada siapa kita berbicara atau kita menulis harus diperhatikan agar kata–kata yang kita gunakan dapat dipahami mereka. Pada saat kita berbicara dengan masyarakat awam, sebaiknya kita gunakan kata–kata umum (popular); jangan kita gunakan kata–kata yang bersifat ilmiah. Tujuan kita berbicara atau menulis tentu untuk dipahami orang lain. Jadi, kalau kita gunakan kata–kata ilmiah, sedangkan yang kita ajak bicara tidak paham, tentu yang kita sampaikan tidak ada gunanya, percuma. Sebaliknya, jika kita berbicara dengan golongan intelektual, pejabat, atau para ahli di bidang tertentu, sebaiknya kita menggunakan kita menggunakan kata–kata yang lebih akrab dengan mereka atau kata–kata ilmiah.

Layak diingat bahwa yang termasuk kata– kata ilmiah bukan hanya kata–kata yang berasal dari bahasa asing. Dalam bahasa Indonesia pun banyak sekali kata–kata ilmiah. Agar kesesuaian pilihan kata dapat kita capai, dalam berbicara atau menulis kita perlu memperhatikan hal-hal berikut.
-          Dalam situasi resmi, kita gunakan kata-kata baku.
-          Dalam situasi umum, kita gunakan kata-kata umum.
-          Dalam situasi khusus, kita gunakan kata-kata khusus.

2.2.1 Kata Baku dan Takbaku
Kata baku adalah kata yang tidak bercirikan bahasa daerah atau bahasa asing. Baik dalam penulisan maupun dalam pengucapannya harus bercirikan bahasa Indonesia. Dengan perkataan lain, kata baku adalah kata yang sesuai dengan kaidah mengenai kata dalam bahasa Indonesia. Kita perhatikan beberapa contoh berikut.
KATA BAKU
KATA TAK BAKU
Aerobik
Erobik
Kualitas
Kwalitas
Beri
Kasih
Lewat
Liwat
Senang
Seneng

2.2.2 Kata Ilmiah dan Kata Populer
Kata ilmiah adalah kata yang biasa digunakan di lingkungan ilmuwan dan dunia pedidikan umumnya. Kata popular adalah kata yang biasa digunakan di kalangan masyarakat umum. Kita lihat beberapa contoh berikut.
KATA ILMIAH
KATA POPULER
Dampak
Akibat
Kendala
Hambatan
Formasi
Susunan
Frustasi
Kecewa
Pasien
Orang sakit
Volume
Isi
Koma
Sekarat

Dalam pembicaraan di depan umum, sebaiknya kita menggunakan kata–kata popular agar apa yang kita kemukakan dapat dipahami dengan baik dan mudah.

2.2.3 Kata Percakapan dan Kata/Ungkapan Usang
Kata percakapan biasanya digunakan dalam bahasa lisan. Kata – kata ini umumnya memiliki kaidah sendiri yang berbeda dengan kata – kata yang digunakan dalam tulisan. Kata–kata percakapan, di antaranya, memiliki ciri kedaerahan (dialek), tidak ajeg menggunakan kaidah bentukan kata dan sering menyingkat kata. Beberapa contoh dapat dikemukakan di sini, misalnya, nggak, ngerti, dapet, sikon, gini, gitu. Kata–kata percakapan sebaiknya dihindarkan dalam tulisan atau pembicaraan resmi karena dapat mengganggu keresmian atau keilmiahan. Karena itu, berhati–hatilah menggunakan kata percakapan ini.

Ungkapan yang masih dipahami oleh umum dapat digunakan untuk menghidupkan suasana pembicaraan atau tulisan. Akan tetapi, ungkapan yang sudah usang tidak lagi mempunyai kekuatan harus dihindarkan karena dapat membosankan dan melemahkan pembicaraan atau tulisan kita. Kenalkah Anda pada ungkapan atau slogan ini?
1.      Taklekang oleh panas taklapuk oleh hujan.
2.      Kami generasi muda siap mendukung dua anak.

KESIMPULAN :
Diksi adalah pemilihan dan pemakaian kata oleh pengarang dengan mempertimbangkan aspek makna kata yaitu makna denotatif dan makna konotatif sebab sebuah kata dapat menimbulkan berbagai pengertian.
Dalam penggunaan kata, selain harus memperhatikan faktor kebahasaan, kita pun harus memperhatikan ketepatan pilihan kata dan kesesuaian pilihan kata.
- Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam ketepatan pilihan kata : kata bermakna denotatif dan konotatif, kata bersinonim, kata umum dan kata khusus, dan kata yang mengalami perubahan makna.
- Agar kesesuaian pilihan kata dapat kita capai, dalam berbicara atau menulis kita perlu memperhatikan hal-hal seperti kata baku dan takbaku, kata ilmiah dan kata populer serta kata percakapan dan kata/ungkapan usang.

REFERENSI :
-          http://eprints.uny.ac.id/8251/3/BAB%202-05210144010.pdf (Rabu, 7 Oktober 2015. Pukul 18.00)
-          http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/06/agus_buku_ajar.pdf (Rabu, 7 Oktober 2015. Pukul 18.00)
-          Nero Sofyan, Agus, Eni Karlieni, Wahya, Kostaman Judaatmadja, dan R Yudi Permadi. 2007. Bahasa Indonesia dalam Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: BPDU – Universitas Widyatama. Diambil dari : http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/06/agus_buku_ajar.pdf (Rabu, 7 Oktober 2015. Pukul 19.00)
-          Wibowo, Wahyu. 2003. Manajemen Bahasa (Pengorganisasian Karangan Pragmatik dalam Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa dan Praktisi Bisnis). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

CERPEN : PERCAKAPAN SINGKAT

PENGERTIAN, SYARAT, UNSUR & MACAM-MACAM ALINEA

KONVENSI NASKAH