RAGAM BAHASA (VARIASI BAHASA)

Wilayah Indonesia merupakan kepulauan dengan belasan ribu pulau besar dan kecil yang saling dipisahkan oleh laut dan selat. Penduduknya terdiri atas berbagai suku bangsa yang memiliki bahasa daerahnya masing-masing dengan latar belakang budaya dan agama yang beragam. Semuanya itu mempunyai dampak pada bahasa Indonesia, bahasa persatuan bangsa Indonesia yang masyarakatnya sangat majemuk.

Seperti bahasa-bahasa lain, bahasa Indonesia mempunyai berbagai ragam bahasa, berbagai variasi bahasa. Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara (Bachman, 1990).

Seiring dengan perkembangan zaman yang sekarang ini banyak masyarakat yang mengalami perubahan. Bahasa pun juga mengalami perubahan. Perubahan itu berupa variasi-variasi bahasa yang dipakai sesuai keperluannya. Agar banyaknya variasi tidak mengurangi fungsi bahasa sebagai alat komunikasi yang efisien, dalam bahasa timbul mekanisme untuk memilih variasi tertentu yang cocok untuk keperluan tertentu yang disebut ragam standar (Subarianto, 2000)

Ragam Bahasa
Bahasa baku adalah salah satu dari ragam bahasa yang ada di Indonesia. Ragam bahasa dimungkinkan karena adanya ragam wilayah pemakaian dan bermacam-macam penutur. Faktor sejarah perkembangan masyarakat juga turut menimbulkan faktor sejumlah ragam bahasa. Ragam bahasa yang beraneka ini, masih bahasa Indonesia, karena ciri dan kaidah tata bunyi, pembentukan kata, tata krama, umumnya sama. Itulah sebabnya kita masih dapat mengenali beberapa perbedaan dalam perwujudan bahasa Indonesia.
1.)    Ragam Pandangan Penutur
Ragam bahasa dilihat dari sudut pandangan penutur adalah :

a.       Daerah/Logat
Logat daerah paling kentara karena tata bunyinya. Logat Indonesia yang dilafalkan oleh putera Tapanuli dapat dikenali, misalnya karena tekanan kata yang amat jelas; logat Indonesia orang Bali dan Jawa dengan pelaksanaan bunyi /t/ dan /d/-nya.
Ciri khas yang meliputi tekanan, tutun-naiknya nada dan panjang-pendeknya bunyi bahasa; membangun aksen yang berbeda-beda. Perbedaan kosa kata dan variasi gramatikal tentu ada, walaupun mungkin kurang nampak. Ragam dialek dengan sendirinya erat dengan hubungannya dengan bahasa ibu penutur.

b.      Pendidikan
Ragam bahasa ini menyilangi ragam dialek, memungkinkan perbedaan yang jelas antara kaum yang berpendidikan formal dan yang tidak. Tata bunyi Indonesia golongan yang kedua itu berbeda dengan fonologi1 kaum terpelajar. Bunyi /f/ dan gugus konsonan /ks/, misalnya tidak selalu terdapat dalam ujaran orang yang tidak atau hampir tidak bersekolah. Bentuk fadil, fakultas, film, fitnah, kompleks; diucapkan menjadi padil, pakultas, pilem, pitenah, komplek. Perbedaan ini juga terlihat pada tata bahasa. Kalimat Saya mau tulis surat ke pamanku, cukup jelas maksudnya; tetapi bahasa yang terpelihara menurut bentuknya menjadi Saya akan menulis surat itu kepada paman saya. Jadi, peliharalah penggunaan bahasa Indonesia agar identitas keterpelajaran kita tampak.

c.       Sikap Penutur
Sikap penutur tercermin dalam lagam dan gaya. Pemilihannya tergantung pada sikap penutur terhadap orang yang diajak bicara atau terhadap pembacanya. Sikap ini antara lain dipengaruhi oleh umur dan kedudukan yang disapa, pokok persoalan yang hendak disampaikan, dan tujuan penyampaian informasi. Bentuk ragam tersebut, misalnya, sikap kaku dan resmi, adab dingin, hambar, hangat, akrab, atau santai yang tercermin dalam kosa kata dan tata bahasa.

2.)    Ragam Jenis Pemakaian
Ragam bahasa menurut jenis pemakaiannya dapat dirinci sebagai berikut.

a.       Ragam bahasa Sudut Pandang Bidang atau Pokok Pembicaraan Penguasaan
Ragam bahasa ini dipengaruhi oleh luasnya pergaulan, pendidikan, profesi, pengalaman, bidang yang dimaksud ialah agama, politik, ilmu, teknologi, pertukangan, perdagangan, seni rupa, seni sastra, olah raga, perundang-undangan, dan angkatan bersenjata. Setiap bidang tersebut mempunyai kekhasan di bidang kosa kata dan variasi tata bahasanya.

b.      Ragam Bahasa Menurut Media/Sarananya
Ragam bahasa ini lazimnya dibagi atas ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis. Bahasa lisan adalah bahasa yang dihasilkan dengan menggunakan alat ucap (organ of speech) – dengan fonem2 sebagai unsur dasar.  Sedangkan bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan – dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Perbedaannya terletak pada suasana dan peristiwa. Dalam bahasa tulis, orang diajak bicara tidak berhadapan, akibatnya, bahasa kita perlu lebih terang dan jelas; karena ujaran kita tidak dapat disertai dengan gerak dan intonasi sebagai upaya penekanan. Misalnya, kalimat ujaran Darto tidak mengambil uangmu, yang disertai tekanan khusus pada kata tidak, dalam ragam tulis mungkin dapat berbentuk Bukan Darto yang mengambil uangmu.

c.       Ragam yang Mengalami Gangguan Pencampuran
Ragam ini ditandai dengan adanya proses pencampuran bahasa yag digunakan secara berdampingan sehingga muncul bahasa sleng, misalnya. Bahasa ini tidak layak digunakan sebagai bahasa baku. Ada bahasa sleng berdasarkan geografi, misalnya bahasa orang Cirebon adalah percampuran antara bahasa Jawa dan Sunda, ada juga bahasa sleng berdasarkan kepentingan tertentu (rahasia/sandi/praktis), misalnya bahasa yang sering digunakan oleh kalangan tentara (kodam: komando daerah) atau oleh kalangan pebisnis properti (ruko: rumah toko).

3.)    Ragam Bahasa Ilmiah
Bahasa Indonesia sebagai mana bahasa umumnya digunakan untuk tujuan tertentu dan dalam konteks. Tujuan dan konteks ini akan menentukan ragam bahasa yang harus digunakan. Seorang yang menggunakan bahasa Indonesia untuk pidato/orasi politik, misalnya akan menggunakan ragam yang berbeda dari orang yang menggunakannya untuk khotbah atau bahan kuliah. Dalam dunia akademis, ragam bahasa yang digunakan ialah ragam bahasa ilmiah.

Ragam ilmiah merupakan salah satu ragam yang digunakan dalam menulis karya ilmiah, baik tulis maupun lisan, dalam memaparkan fakta, konsep, teori atau gabungan dari ketiganya. Dalam penyusunan karya tulis ilmiah, kiranya perlu digunakan ragam bahasa tulis yang baku, ejaan yang baku, kata-kata dan istilah yang baku, sengatan yang baku dan struktur kalimat yang baku pula, yang dirangkai dalam paragraf secara sistematis dan masuk akal. Selain mengikuti kaidah-kidah umum bahasa Indonesia, bahasa yang digunakan dalam menyusun karya ilmiah mempunyai ciri-ciri tertentu berikut ini :

1.   Bahasa dalam karya tulis iilmiah bersifat formal dan obyektif. Oleh karena itu tingkat bahasa yang digunakan juga tingkat bahasa formal, bukan harian (Johannes, 1979). Gagasan yang disampaikan didasarkan atas fakta dan tidak berpihak pada siapa pun.
2.   Bahasa dalam karya tulis ilmiah termasuk ragam bahasa baku. Oleh karena itu, bahasa yang digunakan mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia baku dan sedapat mungkin menghindari kata-kata asing atau daerah yang tidak lazim digunakan atau yang sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia.
3.  Bahasa dalam karya tulis ilmiah bukan suatu dialek. Oleh karena itu, dalam karya tulis ilmiah perlu dihindari ungkapan-ungkapan yang berbau dialek (Ramelan, 1982).
4.   Bahasa dalam karya tulis ilmiah lebih berkomunikasi dengan pikiran daripada perasaan. Oleh karena itu, bahasa yang digunakan bersifat tenang, sederhana, tidak emosional, tidak ekstrem, tidak berlebihan (Johannes, 1979).
5.    Komunikasi gagasan dalam karya tulis ilmiah harus secara lengkap, jelas, singkat, meyakinkan, tepat. Dalam bahasa Inggris dikatakan “The a, b, c of scientificwriting is that it should be accurate, brief, and clear” (Johannes, 1979). Bahasa dalam karya tulis ilmiah harus cermat, singkat, dan jelas.
6.   Dalam karya tulis ilmiah dihindari bahasa yang usang, kolot, dan basi (Johannes, 1979).
7.   Dalam karya tulis ilmiah dihindari kata-kata yang mubazir (redundant) (Johannes, 1979).
8.   Dalam karya tulis ilmiah dihindari kalimat-kalimat mendua arti (bermakna ganda, ambigous) (Ramelan, 1982).
9.   Dalam karya tulis ilmiah lazim digunakan ragam pasif (Johannes, 1979) karena dalam ragam pasif, peristiwa lebih diutamakan daripada pelaku perbutan (Ramelan, 1982). Namun perlu diperhatikan bahwa kalimat pasif umumnya kurang tegas dan lebih panjang, jadi tidak seluruh karangan harus ditulis dalam ragam pasif.
10.  Kalimat-kalimat dalam karya tulis ilmiah panjangnya sedang.
11.  Karya tulis ilmiah lazim menggunakan gambar, diagram, tabel, dan analisis ilmu pasti (Johannes, 1979).
12.  Tanda baca, lambang ilmiah, singkatan, rujukan, jenis huruf (besar, kecil, tegak, miring, tebal, tipis) dalam karya tulis ilmiah sangat diperhatikan (Johannes, 1979).

KESIMPULAN :
-      Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara (Bachman, 1990).
-          Ragam Bahasa dibagi menjadi 3:
1.      Ragam bahasa menurut pandangan penutur yakni ada daerah/dialek, pendidikan dan sikap penutur.
2.      Ragam bahasa menurut jenis pemakaian dirinci sebagai berikut:
a.       Ragam bahasa Sudut Pandang Bidang atau Pokok Pembicaraan Penguasaan
b.      Ragam Bahasa Menurut Media/Sarananya (Bahasa lisan dan tulis)
c.       Ragam yang Mengalami Gangguan Pencampuran
3.      Ragam Bahasa Ilmiah

KAMUS :
1 fonologi/fo·no·lo·gi/ n bidang dl linguistik yg menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya
2 fonem/fo·nem/ /foném/ n Ling : Satuan bunyi terkecil yang mampu menunjukkan kontras makna (misal /h/ adalah fonem karena membedakan makna kata harus dan arus, /b/ dan /p/ adalah dua fonem yg berbeda krn bara dan para beda maknanya;

REFERENSI :
- A.G. , Haryanto, Hartono Ruslijanto, dan Datu Mulyono. 1999. Metode Penulisan dan Penyajian Karya Ilmiah. Jakarta : EGC.
- Kamus Besar Bahasa Indonesia (http://kbbi.web.id/)
- Rahayu, Minto. 2009. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Grasindo.
- Sugono, Dendy. 2009. Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

CERPEN : PERCAKAPAN SINGKAT

PENGERTIAN, SYARAT, UNSUR & MACAM-MACAM ALINEA

KONVENSI NASKAH